Aftermath (2017): Berdasarkan Kisah Nyata

Film yang diangkat dari cerita nyata mengenai kecelakaan Bashkirian Airlines Penerbangan 2937 dan Penerbangan DHL 611. Peristiwa itu terjadi pada 1 Juli 2002, ketika dua pesawat menabrak satu sama lain di udara di atas kota Überlingen, Jerman.



Arnold Schwarzenegger yang dipilih menjadi pemeran utama. Mantan pemeran film action ini memang sudah sangat berumur. Bulan Juli nanti umurnya akan genap 70 tahun. Sudah seharusnya dia berganti ke film dengan kategori drama dan thriller seperti film ini. Arnold telah berperan di banyak film mulai menjadi Barbarian, seorang pahlawan, sampai menjadi robot, tapi tidak pernah kita bayangkan seseorang dengan otot sebesar Arnold dapat menyentuh hati kita dengan film drama. Dalam film ‘Aftermath’ ini, dia telah melakukan apa yang kita bayangkan dia tidak akan mampu untuk melakukannya.


Cerita dimulai tentang seorang mandor bangunan bernama Roman (Arnold Schwarzenegger) yang menanti istri dan anaknya yang akan datang ke Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat AX-112. Pesawat tersebut terbang dari Kiev menuju Frankfurt, dan kemudian New York. Roman tiba di bandara untuk menjemput istri dan anaknya, tetapi jadwal penerbangan di layar mengatakan delayed tanpa menyebutkan perkiraan waktu tiba. Dia bertanya kepada bagian konter penerbangan, mereka malah mengajak dirinya ke dalam kantor. Roman yang begitu polosnya tanpa kecurigaan sama sekali, masih berharap istri dan anaknya telah mendarat.

Betapa hancurnya hati Roman mendengar bahwa pesawat yang ditumpangi istri dan anaknya telah mengalami kecelakaan fatal. Fatal yang berarti hampir tidak mungkin ada yang selamat. Hatinya hancur mengingat anaknya yang sedang mengandung cucunya, dia jatuh tidak sadarkan diri.


 Sementara Roman sedang meratapi istri dan anaknya yang meninggal dalam kecelakaan pesawat, cerita berpindah ke flashback mengenai Jake Bonaos, operator menara lalu lintas udara yang ditinggal temannya untuk membeli makanan. Saat sedang sendirian, Jake mendapatkan permintaan dari AX-112 untuk turun ke ketinggian 10.000 kaki. Di saat bersamaan, dia mendapat permintaan darurat dari Airbus EF-135 yang akan berganti rute ke Pittsburg karena cuaca buruk. Jake berusaha menelpon bandara Pittsburg menggunakan saluran telepon tetapi telepon mati total. Sambil mencoba telepon, dia memberikan konfirmasi ke AX-112 untuk turun ke 10.000 kaki.

Saat dia sedang berbicara dengan pesawat EF-135 di meja lain, ada permintaan dari DH-616 untuk turun ke ketinggian 9.000 kaki. Tentu saja dia tidak mendengarnya. Pada saat dia kembali ke mejanya, dia langsung memberikan instruksi kepada AX-112 untuk turun ke ketinggian 9.000 kaki karena terlihat pada radar, posisi 10.000 kaki ada DH-616 dari arah yang berlawanan. Karena dianggap sudah tidak ada masalah, dia langsung melepas headsetnya dan mencoba telepon yang mati lagi.

Saat itulah DH-116 memberikan informasi bahwa mereka mendapatkan instruksi sebelumnya untuk turun ke 9.000 kaki. Mereka memberi informasi bahwa mereka akan turun ke 9.000 kaki karena tidak ada konfirmasi dari operator menara setelah beberapa kali kontak. Pada saat Jake melihat kembali pada layar radarnya, baru dia terkejut kalau DH-116 sudah mulai turun ke ketinggian 9.000 kaki dan akan berhadapan langsung dengan AX-112. Dia berusaha untuk menghubungi AX-112 tetapi sudah terlambat.

Itulah awal terjadinya kecelakaan AX-112 yang bertabrakan dengan DH-116. Saya tidak tahu apakah cara kerja sebuah operator menara pengawas lalu lintas udara hanya beranggotakan dua orang operator untuk menjaga radar, dan apakah diperbolehkan sebuah pesawat menurunkan ketinggian tanpa konfirmasi dari operator pengawas. Tetapi bila melihat sebab dari kecelakaan tersebut, akan sangat mengerikan untuk naik pesawat. Satu kesalahan manusia, akan mengakibatkan kecelakaan yang fatal.

Sementara Jake harus menjalani pemeriksaan dari petinggi TCA (Terminal Control Area), Roman secara diam-diam bergabung dengan tim pencari korban kecelakaan. Terlihat para tim pencari korban harus berkeliling bukit untuk mengumpulkan semua barang dan mayat yang berserakan. Roman akhirnya berhasil menemukan mayat anaknya yang tergantung di pohon.


Film ini bercerita mengenai kedua belah pihak menderita atas terjadinya kecelakaan. Roman yang berusaha untuk menerima kenyataan, di sisi lain ada Jake yang berusaha keluar dari rasa bersalahnya yang mengakibatkan dirinya ditinggal sang istri dan anaknya. Di tambah dengan perusahaan TCA yang menawarkan pesangon kepada Jake dan menyarankan untuk berganti nama, pekerjaan, dan memulai hidup baru di kota lain. Sedangkan perusahaan penerbangan yang menawarkan perjanjian damai sebesar $160.000 atas meninggalnya istri dan anaknya Roman. Keduanya menolak tawaran yang diberikan.

Cerita beralih ke tahun berikutnya. Mereka menjalani kehidupan mereka yang hancur lebur dan berusaha untuk move on. Walaupun Jake masih belum bisa melupakan kecelakaan tersebut, kondisinya sudah mulai membaik. Istri dan anaknya sudah mulai berani mengunjunginya. Sedangkan Roman, kondisinya semakin memburuk. Bayangan sang istri dan anaknya terus datang mengganggu.

Pada saat Roman menemukan alamat Jake dengan bantuan konsultan yang menangani kasusnya sejak pertama kali, Roman hilang akal sehatnya dan menusukkan pisau dua kali ke badan dan leher Jake, di mana istri dan anaknya melihat suami dan ayahnya tergeletak di lantai penuh dengan darah.

Perlu diketahui bahwa film ini adalah film drama sehingga ceritanya berjalan sangat pelan untuk membangun kesedihan dan konflik dari kedua orang di kehidupan yang berbeda. Walaupun cerita cukup bagus, ada beberapa adegan yang seharusnya bisa dipercepat sehingga tidak terlalu bertele-tele. Dan di akhir ceritanya, sutradara tidak berani untuk mengakhirinya dengan sesuatu yang mengejutkan. Sutradara lebih memilih untuk membiarkan anaknya Jake yang sudah beranjak dewasa untuk melepaskan Roman daripada membalaskan dendamnya. Mungkin karena diangkat dari cerita nyata, sutradara dan penulis naskah tidak berani berkhayal dan menjadikan filmnya menjadi lebih thriller.

***

No comments:

Post a Comment